Desember 21, 2011

Good and Evil




Justice and Injustice is a variable and individual idea.
it cannot therefore be defined, it is what it is, an ideal formed by a person based on what they think and what they have been told is right and wrong
but who are we to say whats right and wrong?
with such a wide varity of people and their views, what we may see as right and wrong is definitly not the norm for the entire world.
whats right and wrong are a matter of personal choice.
there is no such thing as evil, there is just a lot of justice that conflict with each other.

NARUTO is a 'gay' manga




Come on.. The friendship between Naruto and Sasuke isn´t normal.
Naruto definitely passed that thin line between friendship… seriously.
He’s become fulfledged obssesed with his ex-friend.
I can't stop thinking that NARUTO secretly is a GAY manga (=__=)

Hypocrites




I guess I need better glasses, because almost everywhere I look, people seems to have two faces.
They said opposite things behind you,
They act like very dear to you, but when you look away, they backstab you.

I remember someone said this to me when I was having a hard time:
No matter how hard you try to be nice,
there will always someone who don’t like you,
and still, even though they acted like they are okay being friends with you,
you never know what the others say, at another time, in another place.

well , this is the world we living in.

AIESEC Expansion UPN "Veteran" Yogyakarta; My New Family!

Have you ever heard about AIESEC?
Organisasi mahasiswa terbesar di dunia, yang produk utamanya adalah Exchange :)
Pertengahan tahun ini, aku mulai join dalam pembentukan AIESEC di kampus. Sebelumnya, AIESEC hanya ada di UI Jakarta, UNDIP Semarang, UB Malang, UA Padang, Bandung, dan Surabaya. Well, dipimpin oleh kak Chandra Simarmata sebagai LCP AIESEC Expansion UPN, kami bersama-sama membangun Organisasi ini di kampus.
Meski Team awalnya hanya berjumlah 9 orang termasuk aku [dan sebagai yang paling muda :D] yakni Kak Chandra Simarmata [LCP], Kak Laura [VP ER], Kak Yantina [VP Finance], Kak Ronaldo [VP TM], Kak Etha [VP ICX], Kak Nicho [VP OGX], Kak Tanto [OGX Manager], yang kemudian ditambah Kak Riando [OGX Manager] setelah ia kembali dari Ceko, dan aku sebagai darah muda yang paling fresh diantara semuanya, hahahaha...
Lalu keluarga ini mulai semakin besar sejak Open Recruitment di bulan Oktober yang ternyata menghasilkan member-member baru yang lebih gila :D ada Eyo, Edwin, Tyo, Torry, Akbar, Aim, Tika 1, Tika 2, Kak Eva, Kak Adhie, Kak Ocha, Andre, Caesar, Yosafat, Reinol, Brian, Whisnu, Sarah, dll
Akhirnya resmi lah kami menjadi kelompok heboh, bukan cuma rockin' the campus, tapi kami juga berhasil membuat geleng-geleng kepala LC dari kota lain dalam Conference... ƪ(˘⌣˘)┐ ƪ(˘⌣˘)ʃ ┌(˘⌣˘)ʃ hahahahaa....



Global Village di Ruang Seminar FISIP








Sebelum Global Village, aku, kak Chandra, kak Ronaldo, dan mbak Effiza sempat mewakili AIESEC Expansion UPN mengikuti MBC, my first AIESEC Conference XD. dan disitu aku baru 'ngeh' kalo ternyata AIESEC'er itu rata-rata aneh, wahahahaha!!! ┒(⌣˛⌣)┎




Effiza, Ronaldo, Chandra, Aku


Konferensi AIESEC bener-bener... Kewl... setiap malam selama Konferensi selalu ada acara semacam Party yang udah ditentuin Dress Code nya. Di MBC, ada Halloween Night, Gala Night, dan Cowboy Party -(ˆ▽ˆ)/ \(ˆ▽ˆ)-






with mbak Dhita :)








Setelah MBC, konferensi kedua yang aku ikuti adalah LCC. Kalau MBC levelnya adalah nasional, maka LCC tingkatnya lokal, hanya UNDIP, UPN, dan UGM :) Seperti pula nasional konferensi AIESEC, LCC pun mengadopsi party every night dalam konferensi :)










Kemudian Konferensi Nasional AIESEC kedua yang aku ikuti adalah IYLC. Dalam konferensi ini, hampir seluruh member AIESEC UPN ikut XD. Kami sebagai Kontingen Expansion terbesar berhasil memberikan impression luar biasa selama konferensi, luar biasa heboh! Wahahahaha! Mempopulerkan slogan "Jogja, Jogja... Jogja Istimewa.." dan "AIESEC UPN ca'em ca'em", kami berhasil membuat satu Plenary menyerukannya  (‾⌣‾)♉ . Kalau ada penghargaan Rombongan Delegates paling heboh, mungkin kami juaranya  ξ\(⌒.⌒)/ξ . Karna meski berstatus Expansion, siapa sih AIESEC'er dalam konferensi yang tidak mengenal kami? [Ceilehh...] haha, mungkin pengaruh jumlah rombongan kami yang satu kontingen yah :p. Expansion lain paling banter hanya ber-6   (•ˆ⌣ˆ•)  . Ditambah pula dengan member kami yang paling menunjukkan "Living Diversity", dari sabang sampai merauke ada dalam rombongan  \(‾▿‾\) ┌(_o_)┐ (/‾▿‾)/ . Oya, beberapa delegates UPN juga merupakan sosok yang paling populer karena fenomenal, sebut saja Nicho (―_ ―"), tapi at least, kami berhasil membawa pulang piala penghargaan Booth terbaik! Hell Yeah!  ҉\(•˘▽˘•)/҉




Global Village




Penghargaan Best Booth




Setelah Gala Dinner :)




Best Booth : AIESEC Expansion UPN "Veteran" Yogyakarta




Piala Pengahargaan




+-280 delegates AIESEC




Candy World Party






My Roommates >.<


Natia (UNDIP), Febry (Bandung), Flory (UA)




with Delegates from Thailand; Yogurt and Kadae






UPN Expansion Choir! :D




UPNEXT : The Idol Group of AIESEC Expansion UPN :p


after Boy/Girlband Party


ƪ(˘⌣˘)┐ ƪ(˘⌣˘)ʃ ┌(˘⌣˘)ʃ








It's been sooo long

It's been soooo longgggg... I have forgotten bout this Blog (again) (‾⌣‾"٥) *sigh..
Whatever, now I'll continue to write here (•ˆ⌣ˆ•)
Haha, I have soooo many stories to share :)

Analisis Undang-Undang Pornografi terkait teori sistem politik.

Undang-Undang Pornografi.
Undang-Undang Pornografi disahkan oleh DPR pada Sidang Paripurna DPR 30 Oktober 2008. Sebelumnya, saat masih berbentuk rancangan, bernama Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP). Pembahasan RUU APP ini sudah dimulai sejak tahun 1997 di DPR, namun baru tanggal 16 februari 2006, Draft RUU APP pertama kali diajukan.
Sejak saat itu RUU APP langsung mendapat sorotan masyarakat dan menjadi kontroversi, memunculkan kelompok yang mendukung dan menentang. Pembahasannya berlangsung berkali-kali, Draft RUU APP beberapa kali direvisi hingga menjadi RUU Pornografi. Setelah melalui proses sidang yang panjang dan beberapa kali penundaan, pada 30 Oktober 2008 siang dalam Rapat Paripurna DPR, akhirnya RUU Pornografi disahkan.

Teori Sistem Politik
Menurut David Easton, suatu sistem politik bekerja untuk menghasilkan suatu keputusan (decision) dan tindakan (action) yang disebut kebijakan (policy) guna mengalokasikan nilai. Unit-unit dalam sistem politik menurut Easton adalah tindakan politik (political actions) misalnya pembuatan UU, pengawasan DPR terhadap Presiden, tuntutan elemen masyarkat terhadap pemerintah, dan sejenisnya.
Pada ”awal” kerjanya, sistem politik memperoleh masukan dari unit input. Input adalah "pemberi makan" sistem politik. Input terdiri atas dua jenis: Tuntutan dan dukungan. Tuntutan dapat muncul baik dalam sistem politik maupun dari lingkungan (intra dan extrasocietal). Tuntutan yang sudah terstimulasi kemudian menjadi garapan pihak-pihak di dalam sistem politik yang bersiap untuk menentukan masalah yang penting untuk didiskusikan melalui saluran-saluran yang ada di dalam sistem politik. Di sisi lain, dukungan (support) merupakan tindakan atau orientasi untuk melestarikan ataupun menolak sistem politik. Jadi, secara sederhana dapat disebutkan bahwa dukungan memiliki 2 corak yaitu positif (meneruskan) dan negatif (menolak) kinerja sebuah sistem politik.

UU Pornografi dan kaitannya dengan Teori Sistem Politik
Dalam kasus Undang-Undang Pornografi ini, pengajuan Draft RUU APP dari DPR merupakan tuntutan yang muncul dari dalam sistem politik itu sendiri. Pengajuan DRAFT RUU APP yang pertama mengundang 2 macam reaksi dari masyarakat, yakni Dukungan dan Tentangan.
Kelompok yang mendukung diantaranya MUI, ICMI, FPI, MMI, Hizbut Tahrir, dan PKS. MUI mengatakan bahwa pakaian adat yang mempertontonkan aurat sebaiknya disimpan di museum Sedangkan kelompok yang menentang berasal dari aktivis perempuan (feminisme), seniman, artis, budayawan, dan akademisi. Selain itu, terjadi beberapa aksi seperti Gelar Seribu Takhyub (15 maret 2006) dan Karnaval Budaya (22 april 2006) untuk menolak RUU tersebut, serta Aksi Sejuta Umat dan Fatwa MUI yang mendukung RUU APP.
RUU ini dianggap tidak mengakui kebhinnekaan masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku, etnis dan agama. RUU dilandasi anggapan bahwa negara dapat mengatur moral serta etika seluruh rakyat Indonesia lewat pengaturan cara berpakaian dan bertingkah laku berdasarkan paham satu kelompok masyarakat saja. Padahal negara Indonesia terdiri diatas kesepakatan ratusan sukubangsa yang beraneka ragam adat budayanya. Ratusan suku bangsa itu mempunyai norma-norma dan cara pandang berbeda mengenai kepatutan dan tata susila. Apalagi bagaimana dengan adat dan budaya masyarakat Bali dan Papua, yang jika RUU ini lolos menjadi UU jelas akan terikat sanksi hukum. RUU dipandang menganggap bahwa kerusakan moral bangsa disebabkan karena kaum perempuan tidak bertingkah laku sopan dan tidak menutup rapat-rapat seluruh tubuhnya dari pandangan kaum laki-laki. Pemahaman ini menempatkan perempuan sebagai pihak yang bersalah. RUU juga dianggap sebagai bentuk intervensi negara dalam mengontrol persoalan moralitas kehidupan personal warga negara, sehingga dapat menjebak negara untuk mempraktikkan politik totalitarianisme. Dari sudut pandang hukum, RUU Pornografi dinilai telah menabrak batas antara ruang hukum publik dan ruang hukum privat.
Keseluruhan dukungan dan tentangan tersebut menjadi Input-input yang diproses (didiskusikan) dalam sistim politik (dalam hal ini ialah Panitia khusus DPR untuk RUU Antipornografi dan Pornoaksi) yang kemudian menyebabkan Direvisinya Draft RUU APP menjadi RUU Pornografi, dimana RUU yang baru tinggal 10 bab dengan 52 pasal dan ketentuan mengenai Pornoaksi dihapuskan. Kemudian tanggal 30 Oktober 2008 disahkan menjadi UU Pornografi, sebuah Output dari proses sistim politik berupa keputusan (decision) sementara Tindakan (Action) dari pemerintah atas decision tersebut, sejauh ini, Ariel vocalist Peterpan adalah satu-satunya orang yang terjerat UU Pornografi. Setelah disahkan, definisi Pornografi dalam UU Pornografi ialah; "Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat."



Referensi:
Ronald H. Chilcote, Theories of Comparative Politics: The Search for a Paradigm (Boulder, Colorado: WestView Press, 1981) pp.145-182
http://id.wikipedia.org/wiki/Undang-Undang_Pornografi

INFLASI

Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidak lancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga.
Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan:
- Inflasi ringan (kurang dari 10% / tahun)
- Inflasi sedang (antara 10% sampai 30% / tahun)
- Inflasi berat (antara 30% sampai 100% / tahun)
- Hiperinflasi (lebih dari 100% / tahun)

Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan likuiditas/uang/alat tukar) dan yang kedua adalah desakan(tekanan) produksi dan/atau distribusi (kurangnya produksi (product or service) dan/atau juga termasuk kurangnya distribusi. Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah (Government) seperti fiskal (perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif), kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dll.
Inflasi tarikan permintaan (demand pull inflation) terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment dimanana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan.

Inflasi desakan biaya (cost push inflation) terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi tsb, aksi spekulasi (penimbunan), dll, sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting.

Dampak dari kedua macam inflasi tersebut tidaklah berbeda dari sisi kenaikan harga output, namun dari sisi volume output (gross domestic product / GDP) terdapat perbedaan. Dalam hal demand full inflation umumnya ada kecenderungan output rikk meningkat bersama-sama dengan kenaikan harga umumnya. Sebaliknya cosh push inflation umumnya kenaikan harga barang dibarengi dengan penurunan volume / omzet penjualan barang-barang dengan kata lain terjadi kelesuan dunia usaha.
Perbedaan lainnya dari kedua proses inflasi tersebut adalah pada demand full inflation kenaikan harga barang-barang akhir (final product / output) mendahului kenaikan harga-harga barang input yaitu harga faktor-faktor produksi. Sebaliknya pada cosh push inflation kenaikan harga barang-barang input mendahului harga barang-barang akhir.
Dalam kenyataannya, inflasi yang terjadi umumnya adalah diakibatkan oleh kombinasi dari kedua macam inflasi tersebut sehingga seringkali keduanya saling memperkuat satu sama lain.
Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu inflasi yang berasal dari dalam negeri [Domestic Inflation] dan inflasi yang berasal dari luar negeri [Imported Inflation]. Inflasi berasal dari dalam negeri misalnya terjadi akibat terjadinya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya pasar yang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal. Sementara itu, inflasi dari luar negeri adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat naiknya harga barang impor. Hal ini bisa terjadi akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau adanya kenaikan tarif impor barang.
Imported Inflation menyebabkan :
- kenaikan index biaya hidup (jika barang import termasuk kelompok yang mempengaruhi index),
- secara tidak langsung menaikkan index harga melalui peningkatan biaya produksi jika menggunakan barang import tersebut sebagai faktor produksi,
- secara tidak langsung memungkinkan kenaikan harga dalam negeri karena barang sejenis yang dihasilkan di dalam negeri ikut menaikkan harga.

Inflasi juga dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap harga. Jika kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua barang tertentu, inflasi itu disebut inflasi tertutup (Closed Inflation). Namun, apabila kenaikan harga terjadi pada semua barang secara umum, maka inflasi itu disebut sebagai inflasi terbuka (Open Inflation). Sedangkan apabila serangan inflasi demikian hebatnya sehingga setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot disebut inflasi yang tidak terkendali (Hiperinflasi).

UU No. 37 tahun 1999 Tentang Hubungan Luar Negeri

Meningkatnya hubungan dan kerja sama baik bilateral maupun multilateral memerlukan adanya pengaturan-pengaturan mengenai kegiatan hubungan luar negeri yang jelas, terkoordinasi dan terpadu serta mempunyai kepastian hukum.
Indonesia terikat ketentuan-ketentuan hukum dan kebiasaan internasional yang merupakan dasar bagi pergaulan dan hubungan antar Negara. Keberadaan suatu undang-undang tentang tentang hubungan luar negeri yang mengatur secara menyeluruh dan terpadu mengenai kegiatan penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri menjadi penting.
Adanya koordinasi antar departemen dan perwakilan RI dengan Departemen Luar Negeri diperlukan agar tercapai hasil yang maksimal dalam pelaksanaan hubungan luar negeri. RUU tentang hubunga luar negeri bertujuan untuk memberikan landasan hukum terhadap aspek koordinasi dimaksud.
Presiden RI menetapkan Undang-Undang nomor 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri pada tanggal 14 September 1999.
Undang-undang tersebut terdiri dari 10 Bab dan 40 pasal dan antara lain sebagai berikut :

Bab I : Ketentuan umum
Dijelaskan bahwa Politik Luar Negeri adalah Kebijakan, Sikap dan langkah Pemerintah Indonesia yang diambil dalam melakukan hubungan dengan Negara lain, Organisasi Internasional, dan subjek hukum internasional lain dalam menghadapi masalah internasional untuk mencapai tujuan nasional. Disini ditegaskan pula bahwa hubungan luar negeri dan politik luar negeri didasarkan pada Pancasila, UUD 1945 dan GBHN, bahwa politik negeri Indonesia adalah Bebas Aktif yang diabdikan demi kepentingan nasional.Diplomasi juga harus bersifat kreatif, aktif, dan antisipatif, tidak sekadar rutin dan reaktif, teguh dalam berpendirian, serta rasional dan luwes dalam perdebatan.

Bab II Penyelenggaraan Hubungan Luar Negeri dan Pelaksaan Politik Luar Negeri
Bab ini mengatur ketentuan-ketentuan pokok penyelenggaraan hubungan luar negeri, kewenangan pengelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksaan politik luar negeri. Diatur pula mengenai pembukaan dan pemutusan hubungan diplomatic dan konsuler dengan Negara lain, kantor perwakilan RI, serta keanggotan dalam organisasi internasional dan pengiriman pasukan atau misi pemeliharaan perdamaian.

Bab III Pembuatan dan Pengesahan Perjanjian Internasional
Terdapat norma baru dalam bab ini yakni lembaga Negara baik departemen maupun non-departemen bila mempunyai rencana membuat perjanjian internasional harus melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan menteri luar negeri.

Bab IV Kekebalan, Hak Istimewa dan Pembebasan
Pemberian kekebalan dan hak-hak istimewa kepada perwakilaumen internasun, staf, atau petugas sesuai dengan instrument-instrumen internasional serta asas-asas hukum dan kebiasaan internasional.

Bab V Perlindungan kepada Warga Negara Indonesia
Berisi penegasan kewajiban pemerintah memberikan perlindungan kepada warga Negara Indonesia atau Badan hukum Indonesia.

Bab VI Pemberian Suaka dan Masalah Pengungsi
Bab ini menetapkan pejabat yang berwenang memutuskan pemberian suaka dan dasar pemberian suaka terhadap orang asing serta pejabat yang berwenang dalam menetapkan kebijakan mengenai pengungsi

Bab VII Aparatur Hubungan Luar Negeri
Mengatur kewenangan Menteri Luar Negeri dlam penyelenggaraan tugas umum pemerintahan serta dalam koordinasi penyelenggaraan hubungan luar negn dan pelaksanaan politik luar negeri.

Bab VIII Pemberian dan Penerimaan Surat-surat Kepercayaan
UU hanya mengukuhkan praktik yang berlaku yaitu Presiden memberikan Surat Kepercayaan kepada Duta Besarnya untuk suatu Negara tertentu dan menerima Surat Kepercayaan kepala Negara asing bagi pengangkatan Duta Besarnya di Indonesia. Demikian pula Tauliah Konsul Jendral bagi Konsul Jendral asing.

SEJARAH PERKEMBANGAN HUBUNGAN DIPLOMATIK ANTAR NEGARA

- Ketentuan-ketentuan yang bertalian dengan hubungan diplomatik berasal dari hukum kebiasaan (1815)
- Kongres Wina (1815) hukum kebiasaan menjadi hukum tertulis
- Kerangka LBB (1927) diupayakan kodifikasi yang sesungguhnya namun komisi ahli ditolak oleh Dewan Liga Bangsa-Bangsa dengan alasan belum waktunya merumuskan kesepakatan global mengenai hak-hak istimewa dan kekebalan diplomatik yang cukup kompleks
- Di Havana (1928) konferensi ke-6 organisasi Negara-Negara Amerika (OAS) menerima konvensi dengan nama Convention on Diplomatic Officiers. Diratifikasi oleh 12 negara kecuali Amerika Serikat. Jarena menolak ketentuan-ketentuan yang menyetujui pemberian suara politik
- Komisi Hukum Internasional dibentuk oleh Majelis umum PBB, menetapkan 14 topik pembahasan yang termasuk didalamnya hubungan diplomatic dan kekebalan-kekebalan. Namun tidak menjadi prioritas
- Majelis Umum PBB menerima resolusi yang meminta Komisi Hukum Internasional memberikan prioritas untuk melakukan kodifikasi mengenai hubungan dan kekebalan diplomatik (Resolusi 685,VII, 5 desember 1953)
- Tahun 1954 komisi mulai membahas masalah hubungan dan kekebalan diplomatic
- Sebelum akhir 1959 Majelis Umum melalui resolusi 1450 (XIV) memutuskan untuk menyelenggarakan suatu konferensi internasional untuk membahas masalah-masalah dan kekebalan-kekebalan politik.
- The United Nations Conference on Diplomatic Intercourse and immunities mengadakan siding di Wina (2 maret- 14 april 1961)
- Menghasilkan instrument-instrumen : Vienna Convention on Diplomatic Relations, Optional Protocol Concerning Acquisition of Nationality, dan Optional Protocol Concerning The Compulsory Settlement of Disputes
- Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik merupakan yang terpenting ( 18 April 1961)
- Hampir seluruh Negara di dunia meratifikasi konvensi tersebut. Termasuk Indonesia yang meratifikasinya dengan undang-undang No.1 pada tanggal 25 januari 1982
- Himpunan ketentuan-ketentuan mengenai hak-hak istimewa dan kekebalan diplomatic merupakan hukum hubungan diplomatik sebagai bagian dari hukum internasional
- Konvensi Wina tentang hubungan internasional telah menjadi konvensi universal

Interfaith Dialogue as Indonesia’s Diplomacy

Interfaith dialogue is a meeting (or series) of qualified members of different faiths in a formal setting to discuss religious opinions and practices they have in common, usually with the intention of expanding their common ground. Interfaith dialogue refers to cooperative, constructive and positive interaction between people of different religious traditions and/or spiritual or humanistic beliefs, at both the individual and institutional levels. It is distinct from syncretism or alternative religion, in that dialogue often involves promoting understanding between different religions to increase acceptance of others, rather than to synthesize new beliefs. Throughout the world there are local, regional, national and international interfaith initiatives; many are formally or informally linked and constitute larger networks or federations.

Religion has become one of the new types of what is called “intermestic” international and domestic) policy issue in international relations. The often quoted "There will be no peace among the nations without peace among the religions. There will be no peace among the religions without dialogue among the religions" was formulated by Dr Hans Küng, a Professor of Ecumenical Theology and President of the Foundation for a Global Ethic.

Indonesian government, particularly through the Department of Foreign Affairs, has engaged with interfaith dialogue. Interfaith dialogue activities in Indonesian public diplomacy still new and positive development in Indonesian diplomacy because it recognizes the role of religious communities in the foreign policy making process and have potential as Indonesian soft power. Indonesia has been practicing interfaith dialogue longer than any other country in Asia, or even in the world. This kind of dialogue has been institutionalized since the 1960s and strongly promoted by the government, practiced in society and developed by academics.

Konflik Kepulauan Spratly

Kepulauan Spratly
Terdapat enam negara yang mengklaim kepemilikan atas Kepulauan Spratly yaitu Cina, Vietnam, Brunei Darussalam, Filipina, Taiwan dan Malaysia. Berdasarkan hukum laut ZEE, dari ke enam negara tersebut sebenarnya hanya Malaysia, Brunei Darussalam, dan Filipina yang berhak atas kepemilikan dan pengelolaan kepulauan Spartly, karena hanya ketiga negara tersebut yang Zona Ekonomi Eksklusifnya mencapai Kepulauan Spratly. Status kepemilikan kepulauan tersebut tidak terlepas dari hukum atau peraturan yang ada mengenai kelautan.
Ahli kelautan Hugo De Groot pada tahun 1609 memperkenalkan azas kelautan yang kemudian dikenal dengan azas laut bebas (mare liberium) yang menyatakan bahwa keberadaan laut bebas berhak untuk dieksploitasi oleh siapa saja tetapi tidak dapat dimiliki oleh siapapun juga. Kemudian atas dasar inilah, Kepulauan Spratly tidak dibenarkan untuk dimiliki oleh negara manapun, karena akan bertentangan dengan azas laut bebas tersebut. Namun seratus tahun kemudian, muncullah azas baru yang kemudian dikenal dengan azas laut tertutup (mare clausum) yang menyatakan bahwa laut dapat dikuasai oleh suatu bangsa dan negara saja pada periode tertentu.
Secara umum, Kepulauan Spratly memang rawan memiliki potensi untuk terjadinya konflik terutama disebabkan oleh beberapa hal berikut; tempat yang strategis yang dan menyangkut kepentingan beberapa negara, konfrontasi sejarah yang panjang antar negara-negara pengklaim, adanya beberapa klaim kepemilikan yang tumpang tindih, dan perebutan sumber daya alam serta konflik yang paling dominan adalah terjadinya bentrokan senjata antara Cina dan Vietnam pada tahun 1988. Inti permasalahannya adalah adanya ketidakpastian hak kepemilikan atas pulau-pulau dan perairan di sekeliling wilayah kepulauan Spartly.

Akhir-akhir ini ketegangan lama terulang kembali dalam memperebutkan dan pengklaiman atas kepulauan Spratly tersebut. Di antara negara-negara yang memperebutkan kepulauan tersebut adalah 4 dari Negara-negara ASEAN yaitu Brunei Darussalam, Filipina, Malaysia serta Vietnam. Dan 2 lagi dari Asia Timur yaitu China dan Taiwan. Ketegangan di Laut China Selatan tersebut berawal ketika China menunjukkan kekuasaannya dengan melakukan provokasi ketentaraan yang mengundang rasa tidak senang di antara negara-negara yang bertikai, terutama Vietnam dan Filipina yang mendapat provokasi secara langsung dari China.
Vietnam dan Filipina telah menuduh Angkatan Laut China mengganggu kerja -kerja eksplorasi di dalam perairan yang di dakwa Vietnam dan Filipina sebagai milik mereka. Namun China pula mendakwa kedua negara gtersebut telah menceroboh kawasan milik China. Masalahnya disini ialah kesemua kawasan yang di pertikaikan tersebut di klaim milik China keseluruhan dengan berpedoman sejarah lampau mereka.
Klaim yang Diajukan Masing – Masing Negara
• China : Menganggap seluruh wilayah Laut Cina Selatan dan kepulauan Spratly milik China yang mendasarkan atas sejarah dimasa lalu , kemudian kepualauan Paracel berhasil direbut Vhina dari tangan Vietnam pada tahun 1974 dengan dasar catatan sejarah dinasti Han dan Ming pada tahun (1403 – 1433 ) .
• Filipina : Berhak memiliki dan menguasai 8 Pulau yang berada di Kepulauan Spratly serta wilayah air dengan mendasarkan atas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) , Prinsip Landas kontinen dan Ekspedisi pada tahun 1956 .
• Malaysia : Mendasarkan pada landas kontinen yang dimilikinya serta Zona Ekonomi Eklusif yang tertera dan berhak memiliki 3 Pulau yang berada di gugusan kepulauan Spratly dan dengan asas pemanfaataan dimana dibangun beberapa hotel disana.
• Vietnam : Mengklaim sebagian wilayah besar laut cina selatan dengan menggunakan dasar Zona Ekonomi Ekslusif yang ada serta menempati 20 pulau yang berada di gugusan kepulauan Spratly termasuk Paracel , meskipun sudah dikuasai China 1974. Serta menggunakan dasar sejarah sejak abad ke 17 dengan dibantu dokumen – dokumen kenegaraan.
• Taiwan : Klaim Laut Cina Selatan yang diajukan oleh Taiwan menurut dasar Catatan sejarah kenegaraan yang memiliki bukti peta.
• Brunei Daru : Mengunakan dasar klaim Zona Ekonomi Ekslusif yang sudah ditentukan.

Realisme menurut Hans J. Morgenthau

Menurut Morgenthau, paradigma realisme memiliki pendekatan untuk menyadari dan memahami aspek-aspek yang menentukan hubungan politik antar bangsa, serta guna menjelaskan cara-cara dari aspek-aspek tersebut saling berhubungan satu sama lain dalam hubungan politik internasional.
Ia menjelaskan bahwa inti dari perspektif Realisme mencakup tiga hal utama: pandangan dan tindakan Realis berpusat pada kepentingan nasional (national interest), kekuasaan (power), balance of power dan pengaturan kekuasaan dunia tanpa ada yang dominan (anarki).
Morgenthau menulis, “Politik internasional seperti semua politik adalah perjuangan demi kekuasaan. Apapun tujuan akhir politik internasional, kekuasaan merupakan tujuan yang selalu didahulukan.” Bagi Morgenthau, pria dan wanita adalah binatang politik yang dilahirkan untuk mengejar kekuasaan dan memperoleh hasil dari kekuasaan. Ia mengasumsikan bahwa sifat dasar manusia adalah animus dominandi (manusia haus akan kekuasaan) dan mementingkan diri sendiri. Ia juga mengemukakan asumsinya dalam “enam prinsip realisme politik” yaitu;
(1) Politik berakar dari sifat dasar manusia yang permanen dan tidak berubah dimana pada dasarnya mementingkan diri sendiri. (Self-centered, Self-regarding, Self-interested)
(2) Politik adalah wilayah tindakan otonom yang tidak dapat terlepas dari masalah ekonomi dan moral.
(3) Politik internasional adalah arena bagi konflik kepentingan-kepentingan negara
(4) Etika hubungan internasional adalah etika situasional dan politis, berbeda jauh dari moralitas pribadi.
(5) Tidak ada negara yang mampu memaksakan ideologinya
(6) Manusia terbatas dan tidak sempurna. Bagi kaum realisme klasik, perimbangan kekuatan (balance of power) dianggap penting karena dapat mencegah adanya hegemoni yang dikhawatirkan akan menguasai dunia.

Yuridiksi Terhadap Individu

Berbeda dengan yuridiksi atas wilayah, yuridiksi ini bergantung pada kualitas orang yang terlibat dalam peristiwa hukum. Kualitas ini membenarkan suatu Negara menjalankan yuridiksi apabila orang tersebut berada dalam wilayah kekuasaan Negara.
Menurut praktek internasional, yuridiksi atas individu dilaksanakan atas prinsip-prinsip berikut:
a. Prinsip Nasionalitas Aktif
Menurut prinsip ini, Negara melaksanakan yuridiksi kepada warga negaranya. Prinsip ini diberikan Hukum Internasional kepada semua Negara yang hendak memperlakukannya. Negara juga tidak wajib menyerahkan warga negaranya yang melakukan tindak pidana di luar negeri.
b. Prinsip Nasionalitas Pasif
Membenarkan Negara menjalankan yuridiksi apabila seorang warga negaranya mengalami kerugian. Hukum Internasional mengakui prinsip ini namun dalam beberapa batasan.

source : Pengantar Hukum Internasional (J.G Starke)